Ilustrasi (Image: Shutterstock) |
Gaya hidup materialisme yang membuat seseorang terobsesi pada benda-benda bisa jadi merupakan cara untuk melupakan kesepian dalam hidup. Kecintaan pada barang materi ini juga diduga dipicu oleh kurangnya cinta dan penerimaan dari lingkungan sekitar.
Kaitan antara materialisme dan kenyamanan hidup memang bukan isu baru, tetapi tim peneliti dari Universitas New Hampshire dan Universitas Yale berusaha untuk memberikan pemahaman lebih konkret bagaimana seseorang mengukur nilai uang dari benda-benda milik mereka dalam kaitan dengan perasaan dicintai.
Kaitan antara materialisme dan kenyamanan hidup memang bukan isu baru, tetapi tim peneliti dari Universitas New Hampshire dan Universitas Yale berusaha untuk memberikan pemahaman lebih konkret bagaimana seseorang mengukur nilai uang dari benda-benda milik mereka dalam kaitan dengan perasaan dicintai.
Tim peneliti lalu meminta 185 orang berusia rata-rata 35 tahun menjawab pertanyaan. Pertama, separuh responden diminta mengingat kembali kapan merasa sangat didukung dan diperhatikan orang lain dan separuh lainnya diminta memikirkan pengalaman menyenangkan, seperti makan di restoran paling enak.
Kemudian kedua kelompok diminta menaksir harga selimut yang ada di depan mereka. Kelompok yang mengingat pengalaman makan di restoran menilai harga selimut itu lebih mahal dibanding kelompok yang mengingat pengalaman dicintai.
Edward Lemay, peneliti, mengatakan orang menilai tinggi sebuah benda materi karena hal itu memberikan sensasi keamanan, perlindungan dan kenyamanan. "Sementara itu orang yang sudah merasa dicintai oleh lingkungannya dan diterima apa adanya dimana hal itu juga menyediakan rasa perlindungan, keamanan dan kenyamanan, nilai mereka pada benda materi berkurang," katanya.
Dengan kata lain, orang-orang yang hidupnya sudah merasa "penuh" karena cinta, biasanya tidak terobsesi lagi pada benda-benda materi.
Sumber: Mediasari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar