Gaddafi (Foto: WEB) |
Gaddafi: Mereka Sangat Mencintai Saya | Pemimpin Libya Muamar Gaddafi, Selasa, menegaskan rakyatnya masih mencintainya tetapi sayang di saat yang sama pemerintah Amerika Serikat mengolok-oloknya sebagai 'pengkhayal' dan membekukan asetnya senilai 30 miliar dollar sebagai hukuman atas kebiadaban rezimnya.
Para pemimpin AS dan Eropa bahkan telah mendesak penggunaan kekuatan udara NATO untuk menerapkan 'zona larangan terbang' di atas Libya untuk menghentikan usaha Gaddafi menyerang rakyatnya dengan angkatan udaranya sendiri.
Kemarahan terhadap rezim otoriter di Timur Tengah dan Afrika Utara memang tengah bergemuruh dari Aljazair hingga Yaman dan juga telah mempengaruhi negara-negara yang sebelumnya tidak tersentuh seperti Djibouti, Kuwait dan Oman.
Rezim yang berkuasa sementara di Mesir dan Tunisia juga merasakan tekanan serupa dari para demonstran yang semakin tidak sabar menanti perubahan menuju demokrasi sejati, sementara Iran gencar menepis kabar telah memenjarakan tokoh-tokoh kunci oposisi.
Ketakutan akan tercipta bencana kemanusiaan semakin meningkat menyusul peringatan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai arus pengungsian yang ingin meninggalkan Libya.
Dilaporkan lebih dari 100.000 orang telah meninggalkan Libya menuju Mesir dan Tunisia.
AS mengumumkan telah membekukan aset Gaddafi dan keluarganya senilai 30 miliar dollar, jumlah terbanyak yang pernah dibekukan AS, sedangkan negara-negara Eropa juga telah menerapkan sanksi keras terhadap Gaddafi.
Tetapi Gaddafi tetap kukuh tanpa rasa sesal meski kini wilayah kekuasaanya hanya tinggal segelintir daerah sebelah barat ibukota dan selatan negara itu. Daerah kaya minyak di bagian timur negeri itu kini telah dikuasai para penentangnya.
"Mereka sangat mencintai saya. Mereka akan melindungi saya," kata Gaddafi dalam sebuah wawancara dengan wartawan Barat di satu restoran di Tripoli. Ia pun sempat tertawa ketika ditanyai kemungkinan untuk lengser.
Menanggapi wawancara itu, Susan Rice, Duta Besar AS untuk PBB, sangat geram dan menyebut Gaddafi seorang pengkhayal yang tak pantas memimpin.
"Itu kedengarannya, jujur saja, penuh khayalan, karena ketika ia masih bisa berbicara dan tertawa dengan seorang jurnalis Amerika, di saat yang sama ia membantai rakyatnya sendiri," ujar Rice seperti dikutip Reuters.
Sementara itu, AS mulai menggerakkan angkatan laut dan angkatan udaranya untuk mendekati Libya.
Di lain pihak, Inggris mengaku tengah menggalang kerjasama dengan para sekutu untuk menerapkan zona larangan terbang di atas Libya, meski harus mengakui menemui tantangan diplomatik serta logistik.
Sementara Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menepis spekulasi bahwa satu aksi militer akan segera dilancarkan, meski dia secara terbuka menegaskan bahwa Gaddafi harus lengser 'sekarang'.
Dalam pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Swiss, Clinton, mengatakan bahwa dukungan transisi politik yang damai bukan sekedar sesuatu yang ideal tetapi juga 'kewajiban strategis' bagi Barat.
Mesir di sisi lain telah menetapkan larangan bepergian kepada mantan presiden yang baru dilengserkan, Hosni Mubarak, yang kini sedang berlindung di rumahnya di Sharm el-Sheikh sejak 11 Februari silam.
Di Oman, bentrok berdarah terjadi antara polisi dengan demonstran, sehari setelah polisi menembak mati seorang demonstran.
Bergeser ke Bahrain, putera mahkota, Salman, mengatakan tengah mengusahakan dialog dengan pihak oposisi yang terus mendesak reformasi politik besar-besaran di tengah gelombang protes antipemerintah yang terus mengalir.
Di Tunisia, pemerintahan sementara mengundurkan diri, Senin (28/2), setelah Perdana Menteri Mohammed Ghannouchi mengundurkan diri karena pemerintahannya terus dilanda demonstrasi massa yang mendesaknya membersihkan kabinetnya dari tokoh-tokoh yang berkuasa di zaman diktator Ben Ali.
Protes serupa juga terjadi di Kuwait ketika kelompok kunci oposisi, Senin, mendesak sang perdana menteri diberhentikan menyusul rencana kaum muda menggelar demonstrasi akbar pada 8 Maret mendatang.
Djibouti juga merasakan situasi sama ketika Presiden Ismael Omar Guelleh yang sedang berusaha dipilih ketiga kalinya April mendatang, dituduh oleh kelompok oposisi telah menggunakan jalan-jalan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Sementara di Iran, sebuah laman Internet milik pemimpin oposisi Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, melansir kabar bahwa keduanya beserta istri telah ditahan di sebuah penjara di Teheran, Iran.
Tetapi, di Jenewa, Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi, mengatakan apa yang terjadi di negerinya telah dimanipulasi dan sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan gejolak rakyat di Arab.
Krisis politik yang terjadi di dunia Arab telah menyebabkan naiknya harga minyak, meski Arab Saudi telah menjamin akan memberikan suplai memadai untuk meredakan pasar.
Di pasar Asia, Selasa, minyak Brent Laut Utara untuk pengapalan April dinilai seharga 111,97 dollar per barel.
Pihak oposisi Libya mengatakan selama mereka berdemonstrasi kegiatan ekspor minyak akan dihentikan, tetapi sebuah tanker penuh minyak telah disediakan untuk dikirim ke China.
Para pemimpin AS dan Eropa bahkan telah mendesak penggunaan kekuatan udara NATO untuk menerapkan 'zona larangan terbang' di atas Libya untuk menghentikan usaha Gaddafi menyerang rakyatnya dengan angkatan udaranya sendiri.
Kemarahan terhadap rezim otoriter di Timur Tengah dan Afrika Utara memang tengah bergemuruh dari Aljazair hingga Yaman dan juga telah mempengaruhi negara-negara yang sebelumnya tidak tersentuh seperti Djibouti, Kuwait dan Oman.
Rezim yang berkuasa sementara di Mesir dan Tunisia juga merasakan tekanan serupa dari para demonstran yang semakin tidak sabar menanti perubahan menuju demokrasi sejati, sementara Iran gencar menepis kabar telah memenjarakan tokoh-tokoh kunci oposisi.
Ketakutan akan tercipta bencana kemanusiaan semakin meningkat menyusul peringatan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai arus pengungsian yang ingin meninggalkan Libya.
Dilaporkan lebih dari 100.000 orang telah meninggalkan Libya menuju Mesir dan Tunisia.
AS mengumumkan telah membekukan aset Gaddafi dan keluarganya senilai 30 miliar dollar, jumlah terbanyak yang pernah dibekukan AS, sedangkan negara-negara Eropa juga telah menerapkan sanksi keras terhadap Gaddafi.
Tetapi Gaddafi tetap kukuh tanpa rasa sesal meski kini wilayah kekuasaanya hanya tinggal segelintir daerah sebelah barat ibukota dan selatan negara itu. Daerah kaya minyak di bagian timur negeri itu kini telah dikuasai para penentangnya.
"Mereka sangat mencintai saya. Mereka akan melindungi saya," kata Gaddafi dalam sebuah wawancara dengan wartawan Barat di satu restoran di Tripoli. Ia pun sempat tertawa ketika ditanyai kemungkinan untuk lengser.
Menanggapi wawancara itu, Susan Rice, Duta Besar AS untuk PBB, sangat geram dan menyebut Gaddafi seorang pengkhayal yang tak pantas memimpin.
"Itu kedengarannya, jujur saja, penuh khayalan, karena ketika ia masih bisa berbicara dan tertawa dengan seorang jurnalis Amerika, di saat yang sama ia membantai rakyatnya sendiri," ujar Rice seperti dikutip Reuters.
Sementara itu, AS mulai menggerakkan angkatan laut dan angkatan udaranya untuk mendekati Libya.
Di lain pihak, Inggris mengaku tengah menggalang kerjasama dengan para sekutu untuk menerapkan zona larangan terbang di atas Libya, meski harus mengakui menemui tantangan diplomatik serta logistik.
Sementara Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menepis spekulasi bahwa satu aksi militer akan segera dilancarkan, meski dia secara terbuka menegaskan bahwa Gaddafi harus lengser 'sekarang'.
Dalam pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Swiss, Clinton, mengatakan bahwa dukungan transisi politik yang damai bukan sekedar sesuatu yang ideal tetapi juga 'kewajiban strategis' bagi Barat.
Mesir di sisi lain telah menetapkan larangan bepergian kepada mantan presiden yang baru dilengserkan, Hosni Mubarak, yang kini sedang berlindung di rumahnya di Sharm el-Sheikh sejak 11 Februari silam.
Di Oman, bentrok berdarah terjadi antara polisi dengan demonstran, sehari setelah polisi menembak mati seorang demonstran.
Bergeser ke Bahrain, putera mahkota, Salman, mengatakan tengah mengusahakan dialog dengan pihak oposisi yang terus mendesak reformasi politik besar-besaran di tengah gelombang protes antipemerintah yang terus mengalir.
Di Tunisia, pemerintahan sementara mengundurkan diri, Senin (28/2), setelah Perdana Menteri Mohammed Ghannouchi mengundurkan diri karena pemerintahannya terus dilanda demonstrasi massa yang mendesaknya membersihkan kabinetnya dari tokoh-tokoh yang berkuasa di zaman diktator Ben Ali.
Protes serupa juga terjadi di Kuwait ketika kelompok kunci oposisi, Senin, mendesak sang perdana menteri diberhentikan menyusul rencana kaum muda menggelar demonstrasi akbar pada 8 Maret mendatang.
Djibouti juga merasakan situasi sama ketika Presiden Ismael Omar Guelleh yang sedang berusaha dipilih ketiga kalinya April mendatang, dituduh oleh kelompok oposisi telah menggunakan jalan-jalan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Sementara di Iran, sebuah laman Internet milik pemimpin oposisi Mir Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi, melansir kabar bahwa keduanya beserta istri telah ditahan di sebuah penjara di Teheran, Iran.
Tetapi, di Jenewa, Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi, mengatakan apa yang terjadi di negerinya telah dimanipulasi dan sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan gejolak rakyat di Arab.
Krisis politik yang terjadi di dunia Arab telah menyebabkan naiknya harga minyak, meski Arab Saudi telah menjamin akan memberikan suplai memadai untuk meredakan pasar.
Di pasar Asia, Selasa, minyak Brent Laut Utara untuk pengapalan April dinilai seharga 111,97 dollar per barel.
Pihak oposisi Libya mengatakan selama mereka berdemonstrasi kegiatan ekspor minyak akan dihentikan, tetapi sebuah tanker penuh minyak telah disediakan untuk dikirim ke China.
Sumber: Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar